LEBAK, BANTEN — Skandal tambang batu bara ilegal kembali mencuat di Kabupaten Lebak, Banten. Kali ini, Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (BARALAK Nusantara) secara tegas menuding adanya keterlibatan oknum Perhutani dalam pembiaran hingga dugaan kolusi yang menyebabkan kerusakan lingkungan secara masif. BARALAK Nusantara mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar turun langsung mengusut tuntas skandal yang disebut sebagai “jahat, sistemik, dan mengkhianati negara” ini.
Melalui laporan resmi bernomor 019/LAPDU/DPP-BARALAK/VII/2025, yang telah disampaikan ke Mabes Polri Cq. Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dir Tipidter) pada Kamis, 31 Juli 2025, BARALAK Nusantara menyebut telah melakukan investigasi selama berbulan-bulan di lapangan, menemukan jejak kuat kejahatan pertambangan ilegal yang melibatkan pihak-pihak yang seharusnya menjaga kawasan hutan dan kekayaan alam.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya pembiaran bahkan keterlibatan oknum aparatur negara. Ini bukan lagi sekadar kelalaian, ini pengkhianatan terhadap amanat konstitusi dan rakyat,” tegas Yudistira, Ketua Umum BARALAK Nusantara. Kamis (31/07).
Tak main-main, BARALAK menyebut bahwa beberapa oknum pejabat di lingkup Kesatuan Resor Pemangku Hutan (KRPH) dan aparat penegak hukum lokal diduga menerima suap dan gratifikasi agar menutup mata terhadap aktivitas penambangan tanpa izin (ilegal) yang terus berlangsung hingga saat ini.
Lebih lanjut, Yudistira menekankan bahwa tindakan ini telah melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta aturan terkait kehutanan dan perlindungan lingkungan. Bagi aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti terlibat, sanksi terberat pun menanti—termasuk pemberhentian tidak dengan hormat dan jerat pidana korupsi serta kehutanan.
Borok Lama yang Terstruktur
Tambang ilegal di kawasan seperti Cibobos, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cihara, disebut telah berlangsung lama dan menjadi rahasia umum. Namun, laporan BARALAK kali ini mengungkap pola sistematis, dari keterlibatan kepala desa, oknum keamanan, hingga pengamanan dari aktor elite yang memanfaatkan celah hukum demi keuntungan pribadi.
“Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh divisi investigasi, kita menemukan adanya pola permainan yang dilakukan secara sistemik—artinya mulai dari tingkat bawah, Kades setempat, oknum KRPH, hingga aktor kuat di belakang layar,” papar Yudistira.
Sejumlah titik lokasi tambang yang semula kawasan hutan lindung kini rusak parah. Eksploitasi liar ini disebut telah mengancam ekosistem, mencemari sumber air, dan merusak akses jalan desa.
Desakan Kepada Kapolri dan Kementerian
BARALAK Nusantara mendesak agar Kapolri segera membentuk Satgas Khusus yang turun langsung ke wilayah terdampak. Selain itu, organisasi antikorupsi ini juga akan menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Komisi III DPR RI untuk mengawal proses hukum dan mendorong audit menyeluruh terhadap pihak Perhutani di wilayah Lebak.
“Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal moralitas dan kedaulatan negara atas sumber daya alam. Jangan biarkan mafia tambang menjadikan rakyat korban atas rakusnya segelintir orang,” tandas Yudistira.
Hingga berita ini dipublikasikan, wartawan Informasi Nusantara masih berupaya menghubungi pihak Perhutani dan pejabat daerah terkait untuk meminta tanggapan resmi.