Tambang Ilegal Batubara di Lebak: Skandal yang Dibungkam

Foto ilustrasi pembiaran tambang ilegal di kawasan perhutani oleh Pemkab Lebak by: jejak rakyat news

Opini: Aji Permana

LEBAK, JRN – Praktik tambang batubara ilegal di Kabupaten Lebak bukan lagi sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah skandal ekologis dan kriminal yang terus dipelihara oleh pembiaran sistematis, keterlibatan oknum aparat, dan absennya negara dalam menjaga kedaulatan lingkungan.

Di kawasan selatan Lebak, terutama Bayah, Panggarangan, dan Cihara, aktivitas tambang batubara tanpa izin berlangsung terang-terangan. Ekskavator dan truk pengangkut batubara hilir mudik di jalan umum, tanpa pengawasan, tanpa izin resmi, dan tanpa upaya pemulihan lingkungan. Di tengah keterbatasan ekonomi warga lokal, tambang-tambang itu menjelma seperti “rezeki semu” yang justru menghancurkan masa depan.

𝗗𝘂𝗴𝗮𝗮𝗻 𝗔𝗱𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗨𝗮𝗻𝗴 𝗦𝗲𝘁𝗼𝗿𝗮𝗻

Bacaan Lainnya

Yang lebih mencemaskan, praktik ini telah berlangsung lebih dari satu dekade. Sudah terlalu banyak laporan dari warga, LSM, dan aktivis lingkungan. Namun, penindakan selalu setengah hati. Mereka (Aparat) hanya menangkap para pekerja lapangan.

Sedangkan pemodal besar dan oknum Kepala Resor Pemangkuan Hutan (KRPH) seolah kebal hukum dan tidak ada sanksi tegas dari instansi terkait terhadap oknum yang melakukan pembiaran atas aktifitas tambang ilegal itu. Publik mencium bau busuk keterlibatan oknum aparat dan pejabat yang menutup mata, apa ada  “setoran” kepada para pejabat di instansi terkait, pemerintah daerah hingga APH hasil dari keuntungan tambang haram ini. Jika demikian adanya tindakan tersebut, maka mereka pantas disebut sebagai pengkhianat bangsa.

Dampak aktifitas tambang ilegal sangat luar biasa seperti kerusakan hutan, rusak dan tercemarnya aliran sungai, pencemaran udara, dan kehancuran infrastruktur desa. Di beberapa titik, lahan-lahan produktif berubah menjadi cekungan raksasa berisi lumpur hitam. Namun kerusakan ekologis ini tidak masuk dalam kalkulasi para pelaku. Tak ada reklamasi, tak ada tanggung jawab lingkungan, tak ada audit lingkungan hidup.

𝗣𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗧𝘂𝘁𝘂𝗽 𝗠𝗮𝘁𝗮

Undang-Undang Minerba sudah jelas dalam Pasal 158 menyebutkan ancaman hukuman pidana bagi pelaku tambang tanpa izin maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar. Bahkan sanksi bisa dilipatgandakan bila pelaku adalah korporasi. Namun, semua itu menjadi teks mati bila aparat penegak hukum tak bernyali, atau justru berada dalam lingkaran keuntungan.

Pemerintah pusat dan daerah semestinya segera membentuk tim investigasi independen, melibatkan KPK, KLHK, dan aktivis sipil, untuk menyisir alur keuangan, jaringan logistik, hingga pemilik modal tambang ilegal ini. Siapa yang menyuplai alat berat? Siapa yang membeli batubara? Siapa yang mengeluarkan izin transportasi? Jejak digital itu tak akan sulit ditelusuri jika kemauan politik benar-benar ada.

Jika tidak salah saya masih ingat bahwa Presiden Prabowo Subianto pernah berjanji dengan menyatakan akan menindak tegas penambangan ilegal. Namun janji tinggal janji bila praktik seperti ini tetap lestari. Kabupaten Lebak bisa jadi contoh buram dari wajah negara yang kalah oleh kepentingan rente.

Kita sedang menyaksikan pengkhianatan terhadap lingkungan dan hukum yang dilakukan secara berjamaah. Jika tak segera dihentikan, kerusakan ini akan mewariskan generasi mendatang pada kehancuran ekologis yang tak bisa lagi diperbaiki.

Alam Kabupaten Lebak yang amat indah, udara yang amat sejuk itu sudah tidak lagi dirasakan oleh kami masyarakat Lebak khususya Lebak Selatan.

Apa kabar Pemerintah Kabupaten Lebak dan aparat terkait? apa kalian dibutakan karena adanya sokongan dari mereka perampok mutiara hitam sehingga kalian tidak bisa melihat berapa hektare hutan kita rusak berapa banyak kekayaan alam kita (batubara) dirampok para kapitalis itu, sedangkan pribumi hanya mendapatkan dampak dari kerusakan lingkungan.

Sudah saatnya Pemkab Lebak, DPRD, Kejaksaan dan Kepolisian hingga Gakkum KLHK lakukan tindakan tegas kepada pengusaha tambang ilegal dan oknum petugas yang terlibat.

Pos terkait