Pembiaran Terhadap Pelaku Tambang Batubara Ilegal di Lebak Selatan, Pemkab Lebak Tunggu Apalagi?

Foto ilustrasi pembiaran tambang ilegal di kawasan perhutani oleh Pemkab Lebak by: jejak rakyat news

‎LEBAK – JEJAK RAKYAT NEWS
‎Aktivitas tambang batubara ilegal di kawasan hutan milik Perhutani yang tersebar di Kecamatan Panggarangan, Cihara, dan Bayah kian menggila. Bukan hanya merusak lingkungan dan mengabaikan hukum, tetapi juga menampar wajah pemerintahan Kabupaten Lebak yang tampak tak berdaya — atau justru sengaja membiarkannya?

‎Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun langkah konkret yang dilakukan Pemkab Lebak untuk menghentikan kejahatan lingkungan ini. Satpol PP bungkam, Dinas Lingkungan Hidup diam seribu bahasa, dan Bupati Lebak belum sekalipun mengeluarkan pernyataan tegas. Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya pembiaran sistemik dari jajaran Pemkab.

‎Menurut aktivis Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (Baralak) Tambang-tambang ilegal tersebut berdiri di atas kawasan hutan negara yang dikelola Perhutani. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, aktivitas tambang di kawasan hutan tanpa izin adalah tindak pidana. Maka, mengapa pelaku tambang masih leluasa beroperasi?

‎“Kalau tambangnya tidak punya izin dan itu dilakukan di kawasan hutan, berarti ada dua pelanggaran besar sekaligus: perusakan hutan dan pelanggaran pertambangan. Ini seharusnya ditindak tegas,” ujar Sekretaris Jendral Baralak Nusantara Hasan Basri Spd.i (5/8).

‎Sekjen Baralak yang keseharian akrab dengan panggilan Acong ini menyebut jika hal yang terjadi (pembiaran penambangan batubara ilegal) di area perhutani merupakan kejahatan kolektif pemkab Lebak.

‎Pihaknya melihat persoalan tersebut bukan sekadar kelalaian, namun sudah masuk ke dalam wilayah kejahatan kolektif yang ditutup-tutupi. Kalau Bupati Lebak tidak bisa menghentikan tambang ilegal, maka rakyat harus menduga ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.

‎”Ada jejak pembiaran yang terlalu kasat mata. Dari Satpol PP, DLH, sampai para pengambil keputusan di Pemkab — semua diam. Ini bukan kebetulan. Ini sistem yang sudah membusuk,” tegasnya.

‎Hal senada dikatakan pentolan Baralak Nusantara, Yudistira, pihaknya menduga kuat adanya keterlibatan oknum aparat, oknum kades, bahkan oknum wartawan yang menjadi “pemain lapangan”. Mereka disebut-sebut sebagai bagian dari rantai distribusi keuntungan tambang, mulai dari pengamanan lapangan hingga pendistribusian hasil tambang ke luar daerah.

‎” Namun Baralak cenderung lebih fokus kepada diamnya Pemkab Lebak, sehingga menimbulkan asumsi liar dari kami, ada apakah dengan diamnya pemkab ?’ katanya.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemkab memiliki tanggung jawab pengawasan atas ketertiban umum dan perlindungan lingkungan. “Jika mereka diam, itu artinya: gagal menjalankan fungsi pemerintahan, atau justru menjadi bagian dari masalah”. imbuhnya.

‎Kata Yudis, Dampak dari pembiaran ini tidak main-main. Selain kerusakan ekosistem hutan dan sedimentasi sungai, tambang ilegal ini juga memicu ketegangan sosial. Warga yang merasa tak dilibatkan bahkan terancam kehilangan sumber mata pencaharian mereka akibat kerusakan lahan dan hilangnya akses air bersih.

Atas kejadian tersebut, Baralak Nusantara memberikan beberapa poin ‎desakan kepada Pemkab Lebak untuk Bertindak

‎1. Bupati Lebak segera menyampaikan sikap resmi dan mengambil tindakan tegas.

‎2. Satpol PP dan Dinas Lingkungan Hidup turun ke lapangan dan menghentikan aktivitas ilegal.

‎3. Aparat penegak hukum melakukan penyelidikan menyeluruh atas dugaan keterlibatan oknum.

‎4. DPRD Lebak menggunakan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban Pemkab atas pembiaran ini.

‎”Jika Pemerintah Kabupaten Lebak terus bungkam, maka jelas: mereka bukan hanya abai, tetapi juga terlibat dalam pengkhianatan terhadap rakyat dan konstitusi” tandasnya.

‎Jejak Rakyat News akan terus mengawal kasus ini dan membuka fakta-fakta baru yang selama ini ditutupi.

Pos terkait